Monday 24 February 2014

PELIK BILA DEWAN - Blog Makanan di Pulau Pinang - Blogger - Blog Makanan di Pulau Pinang

<b>PELIK</b> BILA DEWAN - Blog <b>Makanan</b> di <b>Pulau Pinang</b> - Blogger - Blog Makanan di Pulau Pinang


<b>PELIK</b> BILA DEWAN - Blog <b>Makanan</b> di <b>Pulau Pinang</b> - Blogger

Posted: 19 Feb 2014 09:05 PM PST

PENANG, orang Malaysia mengejanya dengan ejaan keinggris-inggrisan, Peneng, atau dengan sebutan lengkapnya Pulau Pinang, terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia. Kini tempat itu dapat ditempuh dengan jalan darat dari arah ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, melalui jembatan sepanjang 13 kilometer, atau dapat juga ditempuh dari Medan dengan kapal feri. Penang kini lebih dikenal sebagai kota industri dan mata pencaharian mayoritas penduduknya berhubungan dengan sektor ini. Investasi di Penang yang sangat pesat menjadikannya sebagai salah satu kota terbesar diMalaysia.

Pantai dan alamnya yang indah menjadikan Penang juga dikenal sebagai salah satu tujuan wisata utama di Malaysia. Pernah dikenal dengan julukan Pearl of the Orient, Penang bukanlah pulau asing bagi masyarakat serantau (Nusantara dan sekitarnya). Pusat kota Pulau Penang terletak di pesisir pantai yang dikenal dengan nama Georgetown. Tempat ini hingga kini masih menyisakan eksotisme kota lama, dengan arsitektur dari berbagai bangsa dan etnis.

Salah satu yang menarik adalah enklave Lebuh Aceh di jantung Georgetown, berhadapan dengan enklave Kuil Khoo Kong Si. Lebuh Aceh ini memiliki luas 66.000 kaki persegi dengan masjid sebagai penandanya. Sementara permukiman dan rumah kedai mengelilinginya sehingga membentuk perimeter block dengan masjid dan ruang terbuka di tengah-tengahnya.

Pada waktu itu orang-orang Aceh banyak sekali berdagang di Pulau Pinang, kalau bagi orang yang baharu datang seperti Teuku Nyak Putih, tidaklah akan merasa sunyi, Setelah beberapa hari Teuku Nyak Putih berada di Pulau Pinang, ia telah merasa bahawa dia bukannya sampai di satu tempat yang baharu, melainkan di salah sebuah kota besar di negeri sendiri. (Abdullah Hussain, 1984)

Sejarah masjid dan enklavenya ini berawal dari tahun 1792. Ditandai dengan kedatangan pendirinya, yaitu Tengku Syed Hussain Al-Idid, seorang bangsawan dari Aceh keturunan Arab dari Hadramaut, Yaman, yang kemudian menetap di Penang. Tengku Syed Hussain Al-Idid ini kemudian menjadi pedagang Aceh yang kaya dan sukses ketika Penang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke-18.

Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Idid dengan bantuan keluarga dan pengikutnya membuka kawasan di Lebuh Aceh. Dia mendirikan masjid, menara, rumah kediaman, deretan rumah kedai, Madrasah Al Quran, dan kantor perdagangan. Bagi masyarakat Aceh khususnya dan Nusantara umumnya, Penang bukanlah sebuah tempat asing. Snouck Hurgronje, ahli ilmu agama Islam yang menuliskan catatan tentang Aceh pada tahun 1892 pun menyatakan bahwa Bagi masyarakat Aceh, Penang adalah gerbang menuju dunia dalam banyak hal, terutama juga untuk memasarkan produk mereka langsung menuju Eropa.

Kejayaan masyarakat Aceh di Penang tidak terbatas hanya pada masa Tengku Syed Al-Idid, tetapi selepas kematian beliau pada pertengahan abad ke-19, perkampungan ini terus berkembang maju dan telah mencapai kegemilangannya hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Teuku Nyak Putih, ayahanda seniman legendaris melayu P Ramlee pun adalah satu di antara banyak orang Aceh yang sukses di Penang.

Keharuman nama para pedagang Aceh di masa silam ini terpancar pula dari keindahan arsitektur masjid ini. Arsitektur Masjid Lebuh Aceh ini cukup unik karena merupakan gabungan dari gaya Moor, China, dan Klasik. Menara persegi delapan yang berada di sisi utara tepat di pintu masuknya berbentuk seakan pagoda China. Sementara gaya Moor terlihat dari lengkung dan juga plester yang menghiasi dinding dan bagian mihrab. Tiang Klasik berukuran besar tampak menghiasi beranda masjid ini yang lebih mirip seperti pendopo masjid-masjid di Sumatera dan Jawa. Sebagaimana masjid-masjid kuno di Nusantara lainnya, di belakang masjid ini berderet makam orang-orang yang berkaitan erat dengan masjid ini, termasuk Tengku Syed Al-Idid sendiri beserta kerabatnya.

Berbeda dengan masjid yang seluruh dindingnya menggunakan batu bata, kebanyakan rumah tinggal di Lebuh Aceh justru mencerminkan rumah tradisional. Bahan dinding didominasi kayu dengan pintu berdaun dan ukiran kerawang. Terdapat juga beberapa rumah bercirikan rumah tradisional kota yang menggunakan bahan batu bata di tingkat bawah dan bahan kayu di tingkat atas.

Selain masjid dan rumah tinggal, rumah-rumah kedai yang mengelilingi kawasan ini memiliki keindahan arsitektur yang menarik. Terdapat tiga gaya arsitektur di sini, yaitu arsitektur tradisional, klasik, dan straits eclectic.

Rumah kedai yang berarsitektur tradisional atau permanen awal ini berderet antara Nomor 77-81,Acheen Street. Jenis rumah kedai ini tidak mempunyai lorong kaki lima di tingkat bawah, sedangkan di tingkat atasnya terdapat jendela kayu berdaun.

Jenis rumah kedai Klasik terdapat di alamat Nomor 83-87, Acheen Street. Pengaruh arsitektur klasik tampak pada fasad bangunan seperti tiang bergaya Corinthia di tingkat bawah, pilaster, jendela lengkung, dan ukiran klasik pada dinding. Lorong kaki lima terdapat pada rumah kedai jenis ini.

Sementara arsitektur straits eclectic, yaitu arsitektur campuran berbagai bentuk yang terdapat pada masyarakat sekitar Selat Malaka seperti di Penang, Melaka, atau Singapura tampak pada rumah yang beralamat di Nomor 47-55, Acheen Street. Rumah-rumah kedai ini memiliki lorong kaki lima, tiang pendukung, dinding penghalang (party walls), serta sumur udara di dalam interiornya, sebagaimana rumah- rumah kedai pada permukiman masyarakat selat lainnya.

KOMPLEKS Masjid Lebuh Aceh dan bangunan di sekelilingnya merupakan tanah wakaf yang tidak dapat diperjualbelikan. Secara turun-temurun kawasan ini ditinggali tidak hanya oleh masyarakat Aceh di Penang, tetapi juga dari Arab, Yaman, dan Melayu sendiri. Apalagi letak Lebuh Aceh ini yang berdekatan dengan permukiman dari berbagai bangsa dan etnis. Georgetown memang dikenal sebagai kawasan majemuk yang berasal dari etnis dan agama berbeda. Semua itu hingga kini masih terpancar dari arsitektur bangunan di dalamnya.

Masjid Lebuh Aceh ini semakin istimewa karena tidak hanya berfungsi sebagai basis masyarakat Islam di Penang, namun juga menjadi Jeddah kedua bagi masyarakat serantau yang akan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Kompleks ini senantiasa dipadati jemaah sepanjang musim haji, dan bahkan hampir sepanjang tahun. Perjalanan dengan kapal laut saat itu yang memakan waktu hampir setengah tahun menjadikan kompleks masjid ini didiami pengantar jemaah haji dan selama menunggu jemaah pulang dari Tanah Suci. Begitu seterusnya hingga musim haji berikutnya tiba. Berbagai jenis perdagangan dari mulai rempah ratus, bazar makanan, percetakan buku-buku agama Islam, warung makan, hingga jasa pengurusan haji mengelilingi kesemarakan masjid ini.

Tradisi mengunjungi Masjid Lebuh Aceh sebelum pergi haji kini semakin lama semakin pudar. Keramaian suasana semakin berkurang. Kini Masjid Lebuh Aceh hanya digunakan dua kali shalat Jumat dalam sebulan bergantian dengan Masjid Kapitan Keling yang juga berada di salah satu blok kota lamaGeorgetown ini.

Keberadaannya yang semakin renta menggerakkan sejumlah pelestari warisan budaya untuk memugar masjid ini. Pada akhir dekade 1990-an masjid yang sudah berumur lebih dari 200 tahun ini dipugar dan dikonservasi sebagaimana bentuk aslinya oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan Universiti Sains Malaysia dengan dana dari pihak pemerintah bandaraya Penang. Tidak tanggung-tanggung Gubernur Aceh pada saat itu, Profesor Syamsudin Mahmud, pun turut berkunjung pada saat bangunan dipugar.

Meski demikian, kompleks enklave ini kini masih terus menjadi sengketa. Meski statusnya sebagai tanah wakaf yang tidak dapat diperjualbelikan, letaknya yang strategis di pusat kota dan tingginya nilai lahan di Georgetown ini menjadikan kompleks bangunan di sekeliling Masjid Lebuh Aceh diincar banyak pihak. Isu-isu manajemen tanah wakaf, konservasi, dan kepentingan kapital menjadi mengemuka. Permasalahan ini cukup merisaukan banyak pihak, mengingat kompleks masjid ini merupakan warisan arsitektur sekaligus saksi sejarah bangsa kita di negeri tetangga, Malaysia.

ess7p336ovlu8ovsju9tyc:v7cs9nc83/0w530w3mjmo42onje2il27-yo-27jror:9es8y

dairishare: <b>Pelik</b> - Blog <b>Makanan</b> di <b>Pulau Pinang</b> - Blogger

Posted: 15 Feb 2014 09:30 PM PST

Seorang wanita di India mengaku tidak pernah makan sejak lahir. Di usianya yang kini 25 tahun, ia bertahan hidup hanya dengan meminum teh susu (milk tea), air mineral dan buttermilk.

Manju Dharra mengaku menderita achalasia menyebabkan selalu muntah ketika makan makanan pejal. Gadis yang tinggal di bandar Sonipat, dekat New Delhi, ini hanya dengan meminum 4-5 liter susu, teh, buttermilk atau air kosong setiap harinya.

"Dia hanya mengambil cecair seperti susu, teh dan kadang-kala jus. Sebahagian besar dia minum susu, teh, buttermilk, air kosong," ujar ibu Manju. "Jika dia makan pejal beliau akan muntah tiba-tiba."

Manju mengaku merasa tertekan dengan sindromnya yang membuatnya tidak boleh makan itu. "Jika aku makan sesuatu lalu muntah maka aku merasa sangat bersalah. Sekarang aku ketakutan setiap melihat makanan pejal," ungkapnya.

Kerana pola makannya tersebut maka berat badan Manju di bawah rata-rata wanita India. Namun ia tetap sihat dan boleh melakukan aktiviti sehari-hari, meskipun kerap menahan sakit perut.

Ibu Manju sendiri baru menyedari keadaan aneh putrinya itu ketika beruusia 2 tahun. Manju selalu menangis dan jatuh sakit setiap kali makan nasi dan terpaksa di bawa ke doktor tapi tetap tak berjaya. Kini ada seorang doktor yang mendakwa penyakit Manju boleh diubati dengan pembedahan namun pihak keluarga tidak mempunyai kos rawatan.

Halaman Gambar Menarik, <b>Pelik</b>, Artis Panas & Macam-Macam Lagi <b>...</b>

Posted: 24 Feb 2014 06:58 PM PST


NANI RAHAYU berjaya menarik pelbagai lapisan masyarakat untuk menikmati selera Malaysia ketika berada di luar negara.


KURANG setahun beroperasi dan bersaing dengan restoran ternama lain di kota New York, Amerika Syarikat (AS), restoran Mamak Malaysia mencipta nama apabila menerima pengiktirafan satu bintang daripada Michelin Guide iaitu buku panduan antarabangsa bagi hidangan menarik dan menyelerakan.

Dimiliki oleh Nani Rahayu Yusof Hughie, bekas wartawan Pertubuhan Berita Nasional Malaysia (Bernama), restoran berkenaan menyajikan hidangan popular masyarakat India Muslim, Melayu dan Cina di Pulau Pinang.

Penarafan satu bintang menunjukkan kehebatan sesebuah restoran itu dalam menawarkan hidangan bertaraf tinggi dengan keenakan yang konsisten.

"Saya terkejut dan berbesar hati dengan pengiktirafan ini kerana saya bukannya seorang chef profesional, begitu juga dengan pasukan di restoran saya. Malah, saya masih baharu dalam perniagaan ini," kata Nani Rahayu.

Menurutnya, pengiktirafan itu diterima pada 23 Disember tahun lalu. Nani Rahayu, 42, yang juga seorang penulis bebas berkata, hidangan-hidangan yang ditawarkan di restoran berkenaan bukan sahaja menampilkan hidangan popular Malaysia tetapi ada antaranya tidak ditawarkan di restoran-restoran Malaysia lain di New York.

Dilahirkan dan dibesarkan di Pulau Pinang, Nani Rahayu menubuhkan Mami Penang Cooking Inc., iaitu sebuah syarikat berdaftar yang mengendalikan Mamak Malaysia.

Restoran itu merupakan restoran Malaysia pertama yang halal sepenuhnya di New York.

Sejak berpindah ke New York pada tahun 2005 kerana mendirikan rumah tangga dengan pakar pemakanan warganegara Amerika Syarikat, Nani Rahayu telah membina dua perniagaan yang berjaya iaitu Masakan Mami PG yang terkenal dengan hidangan nasi lemak dan kandar dan Melayu Cookies yang popular dengan kuih tart nanas dan samperit bunga.

Sementara restoran Mamak Malaysia pula terkenal dengan hidangan nasi kandar udang, nasi kandar daging lembu, nasi kandar sotong, bendi goreng dan kambing rendang.

UDANG sambal antara menu yang terkenal di Restoran Mamak Malaysia.


Banyak cabaran

Sejak dibuka pada bulan Mei tahun lalu, restoran itu bukan sahaja mendapat perhatian media massa dan blog-blog makanan tempatan serta liputan akhbar dari Malaysia, malah ia juga menarik kerabat diraja, orang kenamaan dan selebriti.

Selain itu, Mamak Malaysia juga memberi perkhidmatan kepada pejabat rangkaian televisyen National Broadcasting Company (NBC), studio Warner Brothers, portal pesanan makanan dalam talian, Seamless dan Tourism Malaysia.

Memandangkan perniagaannya semakin berkembang, Nani Rahayu turut mendapat kerjasama daripada Perbadanan Pembangunan Ekonomi Queens untuk membangunkan produk jenama syarikatnya bagi pasaran AS.

Namun, katanya perkara ini tidak mudah kerana pihaknya perlu mematuhi prosedur ketat dan undang-undang negara itu dalam memasarkan produk yang terlibat."Membuka restoran juga memerlukan kerja keras, perancangan dan komitmen tinggi.

"Keadaannya lebih sukar di luar negara memandangkan pelbagai cabaran dan halangan besar yang perlu saya hadapi. Saya perlu tabah dan bersemangat tinggi untuk melakukannya," kata ibu kepada sepasang anak berusia lima dan tiga tahun ini.

Sehubungan itu, beliau menggunakan media sosial seperti Facebook dan Twitter bagi mempromosikan restorannya selain saling berhubung dengan rakan dan pelanggan yang datang ke Mamak Malaysia.

Nani Rahayu berkata, kemahiran keusahawanannya disemai sejak remaja dengan menjual mi rebus mamak semasa Hari Kantin di sekolahnya setiap tahun.

"Ketika di kolej pula, saya menjual burger. Perniagaan itu kemudian diteruskan oleh adik saya di kampung," kata wanita yang berdarah campuran Punjabi, India Muslim, Belanda, Thailand dan Nyonya ini.

Dibesarkan dalam masyarakat majmuk di Georgetown, Pulau Pinang, Nani Rahayu didedahkan dengan dunia masakan asli negeri tersebut sejak berusia 10 tahun.

No comments:

Post a Comment

Post Popular